Perang Dunia Ke-III Mengintai, Negara Ini Bisa Jadi Penyelamat RI
Kondisi geopolitik dunia semakin memanas, terutama saat beredarnya kabar bahwa Rusia akan mulai melakukan invasi ke Ukraina pada Rabu (16/02/2022). Meski hanya baru beredar kabar, Presiden Rusia Vladimir Putin masih terbuka untuk melanjutkan pembicaraan diplomatik dengan negeri Barat di tengah kencangnya isu invasi ke Ukraina ini. Bila invasi ini benar terjadi pada Rabu (16/02/2022), tentunya ini akan merugikan dunia, termasuk Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara importir minyak dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Jika terjadinya Perang Dunia III ini bisa menyebabkan meroketnya harga minyak di dunia. Dalam perdagangan hari ini, misalnya, berita tentang invasi Rusia pada Rabu, meskipun perang belum terjadi, tapi telah menyebabkan harga minyak dunia melonjak, bahkan memecahkan rekor baru sejak 2014. Brent pukul 07.51 WIB pada perdagangan pagi Selasa (15/02/2022) naik 2,16% dari kemarin $96,48 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah ringan atau West Texas Intermediate (WTI) naik 2,53% dari kemarin menjadi $95,46 per barel.
Bagaimana jika Perang Dunia III benar-benar terjadi? Apa dampaknya terhadap ketahanan energi nasional?
Komisi Energi Nasional (DEN) Satya V. Yudha mengakui situasi ini bisa merugikan Indonesia terutama dalam hal pengimporan minyak. Walaupun kita bisa mengimpor minyak dari sumber beberapa negara-negara lain," tuturnya. Bila perang ini memang terjadi, mau tidak mau Indonesia harus mengantisipasi pasokan minyak dari negara lain atau di luar negara pengimpor dari biasanya.
Namun imbasnya, biaya pengangkutan pasti akan jauh lebih tinggi dibandingkan mengimpor dari negara-negara pengimpor biasanya, seperti dari Timur Tengah. Dengan demikian, pihaknya berharap agar negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC plus bisa menggenjot produksi, sehingga bisa mengatasi kendala jumlah pasokan minyak dunia. "Semoga penyikapan OPEC plus dapat mengatasi jumlah pasokan minyak yang dibutuhkan dunia saat ini," ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) RI, nilai impor minyak dan gas (LPG) RI selama Januari-Desember 2021 tercatat mencapai US$ 25,53 miliar, melonjak 79% US$ 14,26 miliar pada periode yang sama pada 2020. Padahal, dari sisi volume impor migas hanya naik sekitar 12% menjadi 42,13 juta ton pada 2021 dari 37,65 juta ton pada 2020. Dan pada Januari 2022, impor migas RI tercatat mencapai US$ 2,23 miliar, melonjak 43,66% dibandingkan periode yang sama pada 2021 yang tercatat sebesar US$ 1,55 miliar.
Namun bila dibandingkan secara bulanan atau month to month (mtm), impor migas RI pada Januari 2022 turun 34% menjadi US$ 2,23 miliar dari US$ 3,38 miliar pada Desember 2021. Hal itu disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setyanto dalam konferensi pers secara virtual. Dari sisi harga minyak mentah, dia mengatakan, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Januari 2022 telah mengalami kenaikan menjadi US$ 85,89 per barel, naik dari US$ 73,6 per barel pada Desember 2021. Untuk komoditas minyak mentah naik 17,08%, secara year on year naik 61,4%," ungkapnya.