Masih hangat kejadian Covid19 melanda seluruh dunia, di mana beberapa negara menjadi berkewajiban menutup aktifitas warganya, hingga banyak orang menderita kehilangan pekerjaan, menjadikannya kesulitan keuangan hingga pangan, terlebih gaya hidup yang di banding saat masih segalanya normal.
Di Indonesia, hampir 1 tahun lamanya menjalankan PSBB dan atau dengan segala variasi singkatan lainnya, yang berkonsep menjaga jarak antar manusia, di mana ini adalah bagian dari protokol kesehatan yang di himbau pemerintah pada warganya, dengan tujuan memutus penyebaran Sars-Cov2, dampaknya adalah roda perekonomian berjalan melambat, tak sedikit yang gulung tikar, jutaan pekerja di hentikan, bahkan tak sedikit yang THR atau pesangon kerja terakhirnya masih menunggak.
Dari hal-hal seperti inilah perencanaan keuangan menjadi hal yang sangat penting dan suatu aktifitas yang tidak dapat di lewatkan, apa saja hal yang mendasarinya?
Apabila berkaca dari tragedi yang baru saja kita lewati, yakni pandemi, tak cukup hanya sandang, pangan dan papan saja yang menjadi kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, kebutuhan sekunder maupun semi-tersier yang rasanya sulit sekali di lepaskan, tentu akan sangat membantu apabila keuangan di rencanakan dengan baik.
Baca Juga : Memulai Perencanaan Keuangan Untuk Masa Depan
Tingginya gaya hidup bukanlah 100% hal yang salah, apabila di imbangi dengan pemasukan yang memadai, namun, apakah dari gaji utama mampu membiayai gaya hidup agar tetap konsisten ? ataukah harus memiliki pemasukan tambahan di luar gaji utama ? tentu hal ini lah yang mendasari perencanaan keuangan untuk menjaga dari hal-hal seperti pandemi terjadi kembali,
agar dapat hidup layak, perencanaan keuangan dari gaji bulanan sangatlah penting.
Sebaik-baiknya perencanaan keuangan adalah kebiasaan menabung, asuransi, investasi, ketersediaannya dana darurat untuk bertahan hingga 6 atau 8 bulan untuk dapat kerjaan baru, karena pada umumnya orang yang berhasil merencanakan keuangan dengan 4 prinsip dasar di atas, akan berpotensi meraih kebebasan finansial, hidupnya makmur bahkan tidak terlalu depresi saat kehiangan pekerjaan atau saat menginjak usia pensiun.
Kemakmuran
Seseorang di sebut taraf hidup makmur apabila memiliki kekayaan bersih di atas kekayaan tiap orang rata-rata, akan tetapi, apabila ada seorang yang ber-aset besar dengan hutang yang jauh lebih besar, orang tersebut belum dapat di kategorikan mencapai kemakmuran, karenanya Net Worth atau aset bersih adalah nilai aset yang setelah dikurangi utang, apakah anda termasuk di dalamnya?
Sederhananya untuk mencapai kemakmuran adalah dengan bergaya hidup bukan lagi sesuai dompet, tapi di bawah standar dompet (pengeluaran) anda, karena jika gaya hidup tidak di kontrol,
sebanyak apapun yang anda miliki, cepat atau lambat akan habis menguap, karena yang namanya hasrat juga tidak akan ada habisnya, contoh saat anda berbelanja, umumnya belanjaan anda hanyalah lapar mata saja, bukan karena kebutuhan.
Orang tua di Indonesia bahkan sejak kecil telah mengajari putera-puterinya menabung, dengan perencanaan keuangan yang di buat, bahkan saat belajar mengelola pendapatan di usia-usia muda, seseorang sudah lebih serius dalam perencanaan keuangan, bahkan hal ini cukup sederhana tanpa harus melibatkan finansial advisor, di era ini, belajar merencanakan keuangan bukanlah hal yang sulit.
Hal yang harus di perhatikan
Pahami kebutuhan dan gaya hidup, serta resiko yang senantiasa terjadi pada kita, di mulai dari kebutuhan yakni pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, pariwisata, alat transportasi, alat komunikasi. Kemudian dalam tahap menikah, memiliki anak, biaya hidup keluarga sampai pendidikan anak.
Resiko di sini adalah, kecelakaan yang terjadi tak bisa di tebak, sakit, bencana alam dan lain sebagainya, apabila mengalami hal yang di takutkan seperti kecelakaan, apakah kecelakaan ringan hingga menyebabkan kecacatan tubuh yang permanen, apakah bisa mendapat penghasilan pasif ? jika (maaf) meninggal, bagaimana nasib keluarga yang di tinggalkan? apakah keluarga tercinta dapat hidup tercukupi ? tentu dengan dinamika seperti ini perencanaan keuangan tak bisa lagi ditawar.
Poin Pertama, Kenali diri dan ketahui kondisi keuangan, agar dapat menentukan tujuan perencanan keuangan, untuk apa saja nanti uang ini akan di gunakan ? lalu pikirkan juga pendapatan lain selain pekerjaan utama, hal ini terkhusus bagi kamu yang pendapatan utamanya tidak mencukupi, dan jangan lupakan tabungan, ingat, mengisi tabungan disini bukan dari sisa uang keluar, namun uang yang sudah diniatkan untuk di tabung, lalu dana darurat, jangan sampai tabungan untuk dana darurat terlewatkan.
Poin Kedua, Hutang pada siapapun, baik personal atau lembaga, tidak boleh di biarkan menumpuk, terlebih di lembaga keuangan seperti bank, tentu ini bisa mendatangkan masalah besar di kemudian hari.
Poin Ketiga, Investasi, tentukan instrumen apa investasi anda, apakah investment portfolio atau menjalankan bisnis sampingan ? pastikan kamu menguasai itu semua.
Poin Keempat, Asuransi, masih rendahnya kesadaran berasuransi di warga +62 ini membuat banyak orang kelabakan ketika pandemi kemarin di mana BPJS pun hampir kesulitan mengcovernya, terlebih asuransi juga banyak jenisnya, mulai dari yang jangka pendek hingga jangka panjang, seperti asuransi pendidikan, asuransi jiwa, asuransi properti dan lain sebagainya,
terlebih hidup di jaman serba tidak pasti, asuransi mampu hadir menjamin keraguan kita atas segala yang tidak pasti.
Poin Kelima, Tabungan pensiun, jangan sampai di usia tua kelak, kita masih saja bergantung, meskipun kita merencanakannya dengan investasi, tabungan pensiun ini juga bisa menjadi dana darurat di hari tua.
Poin Keenam, Dana sosial, sedekah, zakat, infaq bagi umat muslim, berdana bagi umat buddha atau per-sepuluhan bagi umat nasrani atau kewajiban dana sosial bagi seluruh pemeluk keyakinan lainnya, tentu dana sosial merupakan sebuah keharusan.
Poin Ketuju, Pajak, jangan pernah lupakan kewajiban tipe ini, tidak perlu bangga membayar pajak, jika memang merasa berkewajiban sebagai warga negara yang baik, pajak adalah itikad baik kita.(Arm)