Menikmati bersantai ke obyek wisata tentu menjadi aktivitas umum setiap warga saat weekend maupun libur panjang, tidak terkecuali warga India yang merayakan jembatan peninggalan masa kolonial Inggris dan baru saja direvitalisasi pada 6 bulan sebelumnya.
Namun siapa sangka, saat-saat menyenangkan berujung maut menimpa lebih dari 130 korban ? bahkan disebut-sebut bahwa tragedi ini disebabkan karena over capacity dimana jumlah pengunjung mencapai 500 orang.
Belum lama kejadian itu berlangsung, di Itaewon Korea Selatan, warga yang sedang merayakan malam Halloween terlalu banyak membludak memenuhi lokasi, hingga teridentifikasi begitu banyaknya yang mengalami Cardiac Arrest atau berhentinya Jantung memompa darah, tidak main-main, hingga kini didapati korban jiwa mencapa 153 orang.
Jika tarik lagi garis waktu mundur pada awal bulan Oktober ini di Indonesia, di Kabupaten Malang, terdapat sampai 131 korban jiwa akibat gas air mata yang digunakan aparat untuk menertibkan masa yang dianggap anarkis.
Peran Asuransi dalam menangani Risiko
Beberapa insiden diatas begitu cepat terjadi, hingga semua akhirnya menyadari bahayanya keramaian yang tak terkontrol, dalam hal pengendalian masa, lembaga kepolisian sangat terampil karena telah terdidik dalam mengkoordinasi masa.
Namun dalam menangani risiko, para pengelola obyek wisata harus menyadari bahwa pihak asuransi melalui broker, akan memberikan beberapa nasihat dan masukan terhadap pengelola atas kerentanan dan kerawaanan yang terjadi, yang bisa menimpa seluruh pengunjung.
Alih-alih rekreasi ataupun hiburan yang bisa memberikan manfaat keseruan bagi pengunjung, tentu tanpa asuransi, maka cukup mengerikan dan mengancam keselamatan pengunjung yang datang dan membayar untuk menikmati beberapa fasilitas, seperti Jembatan di India, tontonan sepak bola di Stadion Kanjuruhan, hingga di Itaewon yang sedang merayakan pesta Halloween.
Para Ahli Asuransi untuk pengelola tempat wisata
Pialang Asuransi, bekerja sebagai perantara perusahaan asuransi, dimana pembeli asuransi maupun tertanggung, akan diberikan edukasi oleh para ahli assesment dan mitigasi bencana atas bangunan maupun properti yang berpotensi menjadi kerumunan masa untuk keperluan wisata.
Maka, dari kacamata penilai risiko, pihak pengelola obyek wisata akan mengerti sejauh mana batas normal menyelenggarakan acara, mengoperasikan propertinya untuk hiburan, bahkan waktu-waktu yang tepat mengadakan acara hingga larut yang tentunya sesuai standar keamanan bersama.
Dalam hal contoh yang terjadi pada 3 kasus besar, dengan tiga negara berbeda tersebut, secara garis besar terjadi karena kurangnya kontrol masa, serta minimnya wawasan pengelola dalam mengendalikan keamanan lokasi tersebut, tentu pihak pengelola tidak bisa berjalan sendiri dalam meminimalisir kejadian.
Peran dari aparat keamanan, kesadaran pengelola, hingga perhatian dari pihak asuransi yang menganjurkan pengelolaan lokasi sesuai standar keamanan dan batas maksimum pengunjung, tentu harus diutamakan, karenanya keselamatan pengunjung akan menjadi tanggung jawab bersama, asuransi properti ataupun asuransi pariwisata akan lebih baik bila disertakan saat pengunjung membeli tiket area.
Diperlukannya para pengurus pihak pengelola tempat wisata, lebih tepatnya tim purchasing ataupun procurement untuk lebih mengutamakan dan memperhatikan kembali asuransi untuk area obyek wisata, agar meminimalisir kerugian akibat biaya santunan terhadap pengunjung, jika terjadi insiden kecelakaan.(Arm)