Larangan Ekspor Batubara, Ini Dampaknya Terhadap Industri Asuransi
Peningkatan konsumsi batubara global tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan pesat permintaan energi global. Batubara merupakan pemasok energi terbesar kedua setelah minyak dengan pangsa 26%. Peran ini diperkirakan akan meningkat menjadi 29% pada tahun 2030. Pada saat yang sama, kontribusinya terhadap pembangkit listrik diproyeksikan meningkat dari 41% pada tahun 2006 menjadi 46% pada tahun 2030. Dengan meningkatnya peran batubara sebagai pemasok energi di masa depan, industri ini sangat menarik bagi investor, tidak terkecuali Indonesia.
Asosiasi Asuransi Non-Jiwa (AAUI) Indonesia menilai larangan ekspor batubara pemerintah pada 31 Januari 2021 tidak akan berdampak signifikan terhadap bisnis asuransi kargo atau transportasi laut. Menurut Hastanto Shri Marga Widodo, ketua AAUI, perusahaan yang berkaitan dengan asuransi setidaknya mempertahankan pangsa pasar domestik, meskipun ada kemungkinan terjadinya penurunan premi laut karena larangan batu bara. Ia melihat kebijakan tersebut bukan sebagai penghalang bagi bisnis asuransi, melainkan sebagai upaya pemerintah untuk mendahulukan kepentingan nasional.
Selain itu, ia juga tak melihat pelarangan ekspor ini bisa berdampak terhadap kenaikan klaim. Dia menuturkan, pengiriman batu bara ekspor biasanya berupa shiptoship transhipment atau dari tongkang langsung ke kapal induk dan batu bara yang sudah dimuat di kapal biasanya telah memiliki izin ekspor. Yang berarti, potensi klaim akibat kegagalan pengiriman batu bara tidak mungkin terjadi atau minim sekali potensinya.
Sedangkan yang berkaitan dengan asuransi rangka kapal atau marine hull, menurut Widodo, pelarangan ekspor juga tidak berdampak signifikan. Hal tersebut mengingat kegiatan ekspor batu bara yang kebanyakan menggunakan kapal tramper asing. Menurut data AAUI pada kuartal III 2021, premi industri asuransi kargo laut yang didaftarkan oleh industri asuransi non-jiwa sebesar Rs 2,71 triliun. Pendapatan ini sebesar Rs 2,49 triliun, meningkat 9% dibandingkan periode yang sama tahun 2020. Kontribusi industri ini menempati urutan kelima, yakni 4,9% dari total premi industri asuransi non-jiwa. Sementara itu, premi asuransi yang didaftarkan untuk bisnis asuransi marine hull sebesar Rp 1,65 triliun, meningkat 9,5% dari Rp 1,5 triliun pada kuartal III-2020. Kontribusi unit usaha corps marine insurance sebesar 3% dari total premi yang dibukukan industri asuransi.
Widodo mengatakan, kenaikan premi asuransi kedua divisi usaha tersebut karena peningkatan ekspor dan peningkatan pasokan barang ke pasar domestik. Widodo mengatakan perseroan mencapai rekor pertumbuhan bisnis hull and marine cargo. Pertumbuhan terbesar adalah 78% di Korps Marinir. “Produksi produk rekayasa naik Rp 2,9 miliar (40%), lambung kapal naik Rp 33,9 miliar (78%), dan angkutan laut naik Rp 4 miliar (35%),” kata Jokowi dalam pameran publik virtual.
Sementara itu, asuransi properti menjadi sumber pendapatan premi utama perusahaan dengan pangsa 44%. Disusul asuransi lambung 24%, otomotif 11%, Varia 13%, angkutan laut 5%, dan engineering 3%. Sementara itu, total premi asuransi ASBI hingga September 2021 sebesar Rp327,22 miliar, turun 2,67% dari Rp336,19 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memutuskan untuk melarang ekspor batu bara mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022 untuk memastikan ketersediaan produk ini untuk pembangkit listrik di dalam negeri. Larangan tersebut kemudian diperkuat dengan pelarangan sementara ekspor kargo batubara yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan. Surat nomor UM.006/25/20/DA2021 menyarankan operator pelayaran untuk tidak mengirimkan batubara untuk ekspor dengan kapal yang bertindak sebagai pemilik atau agen selama bulan Januari 2022.(rsv)