Pandemi COVID-19 telah memukul industri pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia. Menurut data yang dirangkum dalam buku Tren Pariwisata 2021 terbitan Kemenparekraf/Baparekraf, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia menurun sangat tajam sejak Februari 2020, memuncak pada April 2020 yang hanya hadir 158.000 orang.
Dampak Pandemi pada Pariwisata Indonesia
Penurunan Kunjungan Wisman
Total wisman yang masuk ke Indonesia pada tahun 2020 hanya 40,52 juta. Angka ini cukup mengejutkan, karena hanya sekitar 25% dari jumlah wisatawan yang masuk ke Indonesia pada tahun 2019 yang mencapai 16,11 juta orang. Hal ini juga mempengaruhi pendapatan pemerintah di sektor pariwisata, yang mengalami penurunan sebesar Rp 20,7 miliar akibat pembatasan sosial besar-besaran dan larangan masuk ke Indonesia.
Pengurangan Jam Kerja dan Pengangguran
Pandemi COVID-19 juga berdampak signifikan pada jam kerja dan lapangan pekerjaan di sektor pariwisata. Sekitar 12,91 juta orang telah mengurangi jam kerjanya di sektor pariwisata, dan 939.000 orang sementara kehilangan pekerjaan. Menurut BPS 2020, sekitar 409.000 pekerja pariwisata kehilangan pekerjaan akibat pandemi.
Langkah Menyelamatkan Pariwisata di Indonesia
Fase Tanggap Darurat
Fase tanggap darurat berfokus pada kesehatan, seperti meluncurkan program jaring pengaman, mendorong kreativitas dan produktivitas selama WFH, mengoordinasikan kawasan pariwisata dan krisis pariwisata, serta mempersiapkan pemulihan.
Fase Pemulihan
Fase pemulihan melibatkan pembukaan kembali tempat-tempat wisata secara bertahap dengan penerapan protokol CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability). Selain itu, optimalisasi kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions) juga didorong untuk mendukung pemulihan pariwisata.
Fase Normalisasi
Fase normalisasi mempersiapkan destinasi wisata dengan protokol CHSE untuk meningkatkan minat pasar terhadap paket perjalanan dan diskon MICE. Salah satu program yang berlangsung dari Agustus hingga September 2020 adalah Virtual Tourism Fair.
Tren Perjalanan Berubah di Tengah Pandemi COVID-19
Adaptasi dan Inovasi
Kemampuan beradaptasi, inovasi, dan kolaborasi menjadi kunci utama kelangsungan hidup pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. Tren pariwisata berubah, dengan preferensi masyarakat terhadap liburan yang tidak melibatkan banyak kontak dengan orang lain untuk alasan keamanan.
Work From Hotel (WFH) dan Sertifikasi CHSE
Penyedia hotel mulai menawarkan konsep Work From Hotel (WFH) sebelum mendapatkan sertifikasi CHSE dari Kemenparekraf untuk membuat pengunjung merasa lebih aman selama liburan. Paket perjalanan eksklusif atau kelompok mini juga mulai ditawarkan untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran virus.
Inovasi Teknologi dalam Pariwisata
Pelaku pariwisata memanfaatkan inovasi teknologi untuk mendukung perubahan tren, seperti pariwisata virtual untuk liburan online. Hal ini menjadi solusi bagi destinasi wisata yang terkena dampak wabah COVID-19 dan ditutup karena sepi pengunjung.
Perubahan dalam Bisnis Restoran
Restoran harus berinovasi mengikuti perubahan perilaku dan kebiasaan konsumen. Selama pandemi, sekitar 70% orang menggunakan layanan makanan online (delivery, takeaway, catering), sehingga restoran menerapkan layanan contactless untuk menyediakan layanan takeaway. Konsep outdoor dining juga diperkirakan akan menjadi sangat populer setelah pandemi berakhir.
Kesimpulan
Pandemi COVID-19 telah mengubah lanskap pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia. Berbagai langkah penyelamatan dan inovasi diperlukan untuk memulihkan industri yang terdampak. Adaptasi terhadap tren baru, penerapan protokol kesehatan, dan pemanfaatan teknologi menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ini. Dengan upaya yang tepat, diharapkan industri pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia dapat bangkit kembali dan berkembang lebih kuat.