Beberapa hari lalu Kemnaker mengesahkan UMP di setiap propinsi, khususnya DKI naik dengan nominal 37ribu, contoh saja apabila di DKI Jakarta dan sekitarnya
dengan biaya hidup yang relatif tinggi, apakah pekerja bergaji nilai tersebut dapat menabung teratur ?.
Sebagaimana POS pengeluaran umumnya, namun kini lebih tergolong pada kalangan bergaji UMP, agar sebaiknya pengeluaran, termasuk cicilan dilakukan pembatasan maksimal sampai 20 persen dari penghasilan.
Hal ini agar cicilan tidak menyulitkan keuangan yang pada akhirnya akan mengacaukan keuangan lain seperti menabung atau prioritas lainnya, karenanya, terdapat alur pengeluaran lain agar lebih terencana.
Dengan rincian sebagai berikut, adalah 60 persen untuk biaya hidup pokok, 20% untuk hal produktif, sedangkan 10% di alokasikan pada tabungan juga investasi, dan 10% sisanya untuk asuransi jiwa, yang termurah adalah dengan asuransi mikro, atau asuranso sosial yaitu dengan BPJS kesehatan.
Dalam hal ini, perhitungan Kemnaker UMP Jakarta adalah kenaikan tertinggi, sedangka Jawa Tengah adalah yang terendah, di samping itu terdapat empat propinsi yang tidak mengalami kenaikan.
Yaitu Sumatera Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, sampai Sulawesi Barat, karenanya di tahun lalu telah melampaui batas atas, sedang penetapan UMP di tahun 2022, berdasar UU No.11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja juga turunannya PP no.36 Tahun 2021, tentang pengupahan.(Arm)